Hasil Penelitian F MIPA UNS: Klaten Menyimpan 191 Sumber Mata Air

klatentv.com- Senin (31/08) Institut Javanologi bersama Kelompok Studi Biodiversitas UNS Solo menggelar sarasehan budaya dan Semiloka bertajuk “Klaten Nagari Seribu Oemboel” Sarasehan menampilkan tiga profesor masing-masing Agus Purwanto ( dosen Bahasa Jawa UNS ), Said Teguh Widada (Sekretaris Senat UNS) dan Sugiyarto ( dosen program study Biologi F MIPA UNS dan pemerhati budaya ) dihadiri bupati Klaten H Sunarno itu, diselenggarakan di pelataran sumber air Surya Wening, Dukuh Gereh, Desa Kadilajo, Kecamatan Karangnongko.

Prof Sugiyarto saat ditemui disela-sela acara beralngsung mengatakan, Sarasehan Budaya dan Semiloka ini, berangkat dari sejarah bahwa semua kerajaan besar pasti berada didekat sungai besar, dan Klaten ini menjadi lumbung pangan baik saat Mataram kuno maupun Mataram baru, Klaten memang kaya dan makmur karena airnya. “ Tetapi sekarang menjadi sangat terbatas bagi rakyatnya sendiri. Bahkan keberadaan sumber air terkesan terbengkalai “ ujarnya.

Menurut Sugiyarto, air dieksplotisasi secara individu. Privatisasi air sekarang luar biasa,mulai dari Hotel hingga dikelola perusahaan air minum dalam kemasan. Padahal Undang – Undang menjamin air digunakan untuk hajat hidup orang banyak. ” Wilayah kecamatan Kemalang sebagai daerah resapan air disuruh menanam macam-macam, tapi ketika kemarau mengalami kekurangan air , malah harus beli air, Ini persoalan keadilan, pemerintah seharusnya bisa membuat infrastruktur kearah sana (lereng Merapi). Hak-hak mereka tidak hanya daerah konservasi, tapi juga bisa menikmatinya” imbuh dosen program studi Biologi FMIPA UNS ini.

Selain itu, sambungnya, alternatif lain untuk mengatasi krisis air adalah kompensasi atau CSR perusahaan air dikembalikan ke sabuk Merapi. Kendati demikian, pihaknya ingin menghidupkan kembali sendang-sendang atau mata air sebagai publik space. Memangkas privatisasi dengan pendekatan budaya agar air digunakan seoptimal mungkin bagi masyarakat. “Dari sudut pandang budaya dan sejarah, mata air tidak sekedar titiknya dimana, debitnya berapa, tapi juga ada legenda yang menghidupinya,ada spirit luar biasa dalam mitos yang beragam di masing-masing mata air “ ujarnya.

Penelitian oleh Tim FMIPA UNS, dikemukan Sugiyarto, terdapat 191 sumber mata air (sementara) bersama mitosnya yang kami temukan di 17 kecamatan di Klaten . Ini keragaman dan informasi luar biasa dan memunculkan kearifan lokal. “ Sekarang bagaimana kita memanage sumber air berdasarkan kearifan lokal yang digunakan untuk hajat hidup orang banyak ,” pungkas Sugiyarto.
Dalang Wayang Godhong Dr Agus Purwanto dalam kesempatan yang sama mementaskan wayang lakon Tirta Amerta atau air sumber kehidupan, masih beromantisme ngomong soal kedaulatan air itu untuk wisata dan sebagainya . “ Wayang godhong berhubungan dengan alam lingkungan semesta, tidak sekedar dimainkan, tapi juga media berdialetika bagi dirinya saat mendampingi 15 ribu petani Temanggung “ ujarnya.
Wayang Godong , kata Agus lebih lanjut, sebagai disertasi saya meraih gelar Doktor. Godhong bermakna nyadong atau berdoa, memohon kepada Tuhan, asal mulanya dari wit-witan (pepohonan) atau awal mula kehiudupan, memiliki oyot (akar) yang ditafsirkan wayang ini menjadi ayat kitab suci dan sebagainya “ Klaten dan Temanggung yang sama-sama menjadi daerah penghasil tembakau, tapi Klaten memang kaya akan air, selain ada tidaknya air, ini masalah perbedaan iklim dan ketinggian. Campur tangan Allah, Temanggung menghasilkan Srintil (tembakau) karena disana ada kabut, unsur ultraviolet, Klaten mungkin tembakaunya cocok untuk rokok putih,” ujarnya.

Prof Said Teguh Widada (Sekretaris Senat UNS) mengemukakan, seorang ahli dari Jepang memprediksi Delanggu Klaten yang dulu dikenal subur dan banyak sumber mata airnya, kini sudah bergeser ke Barat dan Selatan. Saat ini sumber air yang baik terdapat di seputar kecamatan Wedi dan Karangnongko.

Bupati Klaten H Sunarno mengatakan, permasalahan air di Klaten antara lain setelah kejadian Gempa Bumi beberapa tahun silam menjadikan mengakibatkan puluhan sumber air daerah setempat menjadi mati. Disamping itu terdapat sumber air yang sejak dulu hingga kini sebagian peruntukkan bagi warga kota Solo, yang sbelumnya debit airya sebanyak 1500 liter per detik, kini tinggal 750 liter per detik. “ Untuk itu semua pihak diminta turut memikirkan agar sumber air daerah setempat kemabali mengalir seperti sebelumnya.