Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa anggaran desa merupakan sektor yang paling rawan dikorupsi ketimbang sektor lain pada tahun 2018 lalu. Sektor anggaran desa ini meliputi Anggaran Dana Desa (ADD), Dana Desa (DD), Pendapatan Asli Desa (PADes).
Berdasarkan temuan ICW, pada tahun 2018, terdapat 454 kasus korupsi dengan jumlah tersangka sebanyak 1.087 orang. Jumlah kerugian negara dari 454 kasus tersebut sebanyak Rp 5,6 triliun dengan jumlah suap Rp 134,7 miliar, jumlah pungutan liar Rp 6,7 miliar dan jumlah pencucian uang Rp 91 miliar.
KkENALI CIRI-CIRI ANGGARAN DESA TIDAK TRANSPARAN:
1. Tidak ada Papan Proyek
2. Laporan Realisasi sama persis dengan RAB.
3. Lembaga Desa, pengurusnya Keluarga Kades semua.
4. BPD Mati Kiri alias Pasif alias Makan Gaji Buta
5. KADES Pegang Semua UANG, Bendahara hanya berfungsi di Bank aja.
6. Perangkat Desa yang Jujur dan Vokal biasanya “dipinggirkan”
7. Banyak Kegiatan Terlambat Pelaksanaannya dari Jadwal, Padahal Anggarannya Sudah Ada.
8. Musdes pesertanya sedikit. Muka yang hadir itu-itu aja dari tahun ke tahun. Yang kritis biasanya tidak diundang.
9. BUMDES Tidak Berkembang.
10. Belanja Barang / Jasa di MONOPOLI KADES.
11. Tidak ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat.
12. PEMDES Marah ketika ada yang menanyakan Anggaran kegiatan dan Anggaran Desa.
13. KADES & PERANGKAT dalam waktu singkat, mampu membeli Mobil dan membangun rumah dengan harga/ biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan TIDAK SEPADAN dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya.
(dari berbagai sumber)