Mbah Surip: Aktivis Sekolah Sungai Tutup Usia

Eksekutor
—-
Sore menjelang magrib tahun 2005 di kantor, saya sedang bunek ngejar dedline. Bunyi kebord seperti palu rasanya terasa di kepala. Mendadak dari belakang kursi yang hening terdengar suara :
“Wah buat berita kok begitu, hurufnya gandeng semua. Mestinya kan EYD begini…. Bla…blaaa…blaaa…,” kata seorang pria yang baru sekali kulihat wajahnya. Wajahnya kotak, tubuhnya tambun dan rambutnya tebal dengan pipi yang kayak tembem. Mungkin karena lelah otak dan kalut kubilang begini:
“Heee ! Kowe Ki nak lagi sedino kerja. Kok ngajari aku sik 5 tahun…metuu ! ,” kataku.
Teman di sampingku Deni Nurindragani seingatku dulu cuma senyam- senyum lihat kejadian itu. Sejak kejadian itu, cuma beberapa kali aku bertemu pria itu. Setelah itu dia lenyap tidak ada kabarnya. Tahun 2010, mendadak ketemu lagi dengan orang itu. Bedanya tubuhnya tambah subur dan omongnya gak sekurang ajar waktu 2005 itu. Ternyata dia anak baik, serius jika bicara kebenaran, keadilan dan kerakyatan. Saya kasih semangat kalo dia serius maju menjadi relawan kebencanaan. Dan betul jiwanya terasah makin tajam untuk berjuang di medan ibadah lapangan kebencanaan dan terakhir aktivis pelestarian lingkungan. Meskipun postur tubuhnya makin tak ideal tapi idealismenya tak berkurang, semangatnya luar biasa ! Belum lama nraktir saya minum kopi di rawa lalu saya traktir ganti di warungnya yu Pon. Siang tadi sekitar pukul 11.00 WIB saat matahari hampir di ubun-ubun, saya ketemu lagi orang ini. Kita ketemuan sama-sama pakai pakaian warnanya sama, putih. Padahal kita gak pernah janjian ato kencan pake seragam ! Cuma bedanya saya pakai Hazmat lengkap tertutup rapat, dia pakai kafan dan peti dibungkus rapat. Dia berbaring tenang, saya berjalan sambil ngos -ngosan menggotongnya. Saya eksekutor, dia saya eksekusi, saya antarkan pria itu untuk tidur panjang, saya beri penghormatan terakhir dengan doa dan mengurukan tanah ke liang. Kalo disuruh milih, pengin melepasmu dengan upacara yang layak. Tapi, ya sudahlah karena keadaan. Lega akhirnya, plong ! Kata – kata saya yang pedas padanya karena khilaf mulut di 2005 serasa lunas. Saya bersaksi anda orang baik Mbah Arif Fuad Hidayah, surga menunggumu. Selamat jalan kawan……
source fb:R Hussein Jatikusumo)