Banyak lokasi yang mengalami ‘serangan’ ular kobra (Naja sputatrix) (Padahal mereka tidak menyerang). Hanya saja saat ini telur-telur yang diprocotkan induk-induk kobra baru pada menetas. Ya memang musim menetas seperti biasanya.
.
Sekarang yang menjadi masalah karena penetasan ular kobra sukses (lebih dari 50% menetas dan bertahan hidup). Ya wajar mereka sukses, lha pemakan telurnya tidak ada lagi karena habis diburu. Belum lagi pemburu anakan kobra juga habis ditembaki pemburu.
.
Silahkan cek ada berapa banyak pemburu yang berhasil membunuh musang, luwak, dan garangan di sekitar Kita. Belum lagi karnivornya juga sudah habis dibunuh lebih dulu. Silahkan cek saja, masihkah kita dapat menjumpai ular king Kobra (Ophiophagus hannah) di sekitar kita?
.
Dan karnivor utamanya yaitu burung hantu juga lebih banyak yang berada di kandang. Sesuai hukum alam bahwa populasi akan meningkat jika pemangsanya tidak ada lagi. Kita sudah pelajari materi ekosistem sejak SMP kelas 7. Dan sekarang ramai tentang over-populasi ular Kobra.
.
Sedihnya lagi, fenomena ini menjadi pembenaran bagi manusia untuk melakukan ‘pembantaian’ terhadap ular kobra. Dan tahun depan kita akan teriak-teriak tentang populasi tikus dan saudara-saudaranya karena mencacah pakaian kita dan bahkan mungkin mulai mengkhawatirkan leptospirosis.
.
Lalu bagaimana solusinya? Mau tidak mau, sebisa mungkin kita kembalikan keseimbangan alam. Karena ketidak-seimbangan ini jika dilanjutkan atau bahkan diperparah akan mengakibatkan kerusakan alam yang kita sebut sebagai bencana ekologi.
..
Sumber: @infojkt24,@fokussaba