Cerita Perawat Saat di Ruang Isolasi

Perawat di Ruang Isolasi
=====================
Banyak pasien yg lumayan kaget ketika dirawat inap di ruang isolasi covid. Mereka yg sudah terbiasa atau pernah dirawat inap di rumah sakit, merasa tidak mendapatkan pelayanan yg seperti “biasanya”.
Bila dirawat di ruang biasa, pasien bisa sewaktu waktu memencet tombol bel untuk memanggil perawat agar segera datang. Misalnya ketika infusnya macet atau ada sedikit keluhan. Mengapa di ruang isolasi, perawat tidak bisa cepat melayani seperti biasanya?
Ruang rawat inap isolasi itu terbagi menjadi dua area, area infeksius/kotor dan area bersih. Pasien yg dirawat inap berada di area infeksius, sementara nurse station atau tempatnya perawat dan dokter mempersiapkan segala sesuatunya berada di area bersih.
Untuk masuk ke area kotor, perawat akan bersiap2 terlebih dahulu. Mereka memakai APD lengkap kurang lebih sekitar 15an menit, mengapa begitu lama? Karena mereka harus memastikan semuanya terpakai dengan benar. Bahkan ada salah satu dokter kami yg membutuhkan waktu lebih lama dan harus dibantu memakaikannya.
Setelah di dalam area tersebut, barulah mereka memulai aktifitasnya. Mengecek tanda – tanda vital pasien, menyuntikkan obat, mengganti botol infus yg habis, memasang infus ataupun melepasnya.
Memeriksa gelombang jantung, mengambil sampel darah untuk laboratorium, mengumpulkan linen kotor, mengganti sprei, sarung bantal, mempersiapkan bed untuk pasien baru.
Menjawab keluhan dan pertanyaan pasien, membagikan makanan, mengantarkan titipan keluarga pasien, menyampaikan pesan dokter, memberikan informasi yg penting, dsb.
Berkomunikasi dengan masker juga perlu energi lebih, suara normal tak akan terdengar oleh pasiennya, harus sedikit berteriak.
Bila pasiennya total care seperti pada penderita stroke, luka diabetes, pasien dengan mobilitas rendah, pasien geriatri, maka akan lebih repot lagi. Perawat harus mengganti popok, membersihkan luka, mengganti perban, menyeka pasien, bahkan hingga memberi makan lewat sonde atau menyuapinya agar perut pasien terisi.
Semakin kesini, pasien suspek atau konfirmasi covid semakin banyak yg membutuhkan perawatan total care. Jumlahnya bisa mencapai 30 – 40 persen dari total pasien yg dirawat.
Seseorang mampu memakai APD lengkap paling lama maksimal selama 3 jam saja. Lebih lama dari itu, ia bisa kelelahan karena dehidrasi dan kemudian pingsan. Bila pasiennya banyak, maka mereka harus mengatur waktu sedemikian rupa agar bisa selesai semuanya.
Setelahnya mereka akan masuk ke ruang untuk melepas APD. Melakukannya juga berhati – hati karena ada aturannya, cuci tangannya pun berkali kali. Salah urutan atau kurang banyak cuci tangannya bisa berbahaya terpapar virusnya. Setelah itu mereka akan masuk ke kamar mandi untuk bebersih sekalian keramas.
Ruang gantinya hanya satu, kamar mandinya juga satu. Makanya bergiliran tidak bisa mandi bareng – bareng kaya di asrama. Untuk cewek yg berhijab tentu harus keringin dulu rambutnya, baru bisa kembali pakai hijabnya.
Setelah itu mereka akan melakukan tugas yg lainnya. Menyiapkan obat untuk shift berikutnya, menulis rekam medis, menjawab WA keluarga pasien, memonitor pasien lewat cctv. Konsultasi pada dokter, berkoordinasi dengan pihak manajemen, telpon sana sini yg berkaitan dengan pelayanan, mempersiapkan kepulangan pasien.
Intinya rebyek, apalagi kalau ada yg meninggal pasiennya. Wah tambah repot, membersihkan jenazahnya, koordinasi dengan puskesmas, menghubungi keluarga, menyelesaikan administrasi rekam medis, dll.
Makanya banyak perawat yg tidak pernah kerja sesuai jamnya, kebanyakan molor. Normalnya hanya 8 jam tapi pada kenyataannya bisa sampai 10-11 jam sehari. Jarang sekali ada perawat ruang isolasi pulang tepat pada waktunya.
Apalagi bila pasiennya banyak, yg meninggal lebih dari satu. Wah bisa dipastikan ampun ampun. Rasanya ingin teriak berjamaah bersahut sahutan.
Oleh karenanya pada jam kerja perawat hanya satu kali masuk area kotor, tidak bisa bolak balik sliweran area kotor bersih seenaknya, bisa rontok gundul rambut dan badan turun mesin.
Bila pasien memencet bel diluar jam perawat masuk ke area kotor, perawat akan menghubungi lewat Hp pasien. Berkomunikasi dan mungkin menenangkan pasien, tapi bila benar – benar emergensi maka perawat terpaksa masuk lagi ke area kotor.
Jumlah perawat terutama di RS swasta terbatas, manajemen efektif dan efisien mengelola perawatnya. Jarang rumah sakit swasta punya banyak perawat berlebihan, seringnya jumlahnya pas ngepres, bahkan kurang.
Makanya bila jumlah pasiennya membludak dikhawatirkan kualitas pelayanan akan menurun. Keselamatan dan kesehatan nakes juga menjadi taruhannya. Apalagi kondisi pandemik seperti ini tidak bisa dipakai bercanda.
Maksudnya sulit untuk bisa tersenyum dengan masker ketat menempel di muka, ngobrol ngobrol ringan yg menyenangkan, mendengarkan curhatan pasiennya. Sulit juga untuk bergurau dengan sesama rekannya di area kotor. Praktis jarang terdengar suara orang tertawa.
Sudah berjalan berbulan bulan lamanya…
Bahkan mungkin bisa sel…..
Ehhhh..
*buat para perawat ruang isolasi, tolong dikoreksi bila ada yg salah dalam tulisan saya, dan mohon maaf atas kekurangannya.
Tetap Semangat
Terima kasih
(Source:Addison Rousdy)