Jogonalan(klatentv.com)-Jangan pernah menyepelekan pendidikan. Karena pendidikan bisa menjadi sarana untuk menggapai peluang demi kehidupan yang lebih baik.
Pesan ini disampaikan Rektor Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) Jakarta, Prof Dr H Paiman Raharjo di sela acara Syawalan Telat Rindu Klaten yang diadakan Jaringan Rakyat Rindu Klaten (JARRIK) di Pabrik Gula Gondang (PG) Baru Klaten pada Sabtu (27/5/2023) malam.
“Bagaimanapun, pendidikan itu penting. Memang, pendidikan tidak membuat orang jadi kaya. Tetapi dengan pendidikan, orang mempunyai kesempatan untuk bisa menjadi apa saja, bisa meraih jabatan apa saja. Pendidikan bisa menjadi sarana untuk menggapai sebuah peluang untuk hidup yang lebih baik,” katanya.
Setidaknya, pengalaman tersebut juga dialami sendiri oleh Paiman Raharjo.

Paiman kecil lahir di Dukuh Gopaten, Desa Gemblegan, Kecamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten pada hari Minggu Pahing tanggal 15 Juni 1967. Ia adalah anak dari pasangan suami istri (Pasutri) KRH Partodihardjo dan Mukiyem yang kesehariannya bekerja sebagai petani dan pedagang.
Ia tidak tahu alasannya, mengapa dirinya diberi nama Paiman oleh orangtuanya. Mungkin karena ia lahir pada hari Pahing, sehingga dinamakan Paiman. Atau karena nama itu “diambil” dari Bahasa Inggris, Pahing Man, yang artinya lelaki yang lahir pada hari Pahing.
Paiman menghabiskan masa kecilnya di Desa Gemblegan. Ia lulus dari SD Negeri Gemblegan 1 pada tahun 1982. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di SMP Santo Yusuf 1 Klaten dan lulus pada tahun 1985.
“Setelah lulus dari SMP, saya lalu pergi ke Jakarta, menjadi tukang sapu di Grasera Kebon Nanas. Dan kemudian saya jadi tukang sapu dan Satpam di Yayasan Gembala Baik Santa Maria Jatinegara, Jakarta. Saya itu 8 bersaudara. Saya pengin, biarlah adik-adik saya yang bersekolah, biar saya mandiri. Karena saya senang untuk mencari tantangan, karena tantangan itu luar biasa,” ujarnya.
Suami dari Sarida Minarni ini menceritakan, tantangan hidup selama tinggal di Jakarta memang luar biasa. Terkadang ia harus tidur di emperan toko, diusir oleh Trantib, dan sebagainya. Tetapi, justru dari berbagai pengalaman inilah yang motivasi dirinya untuk survive (bertahan hidup) dan sukses.
“Saya itu dari nol besar. Dari tukang sapu, lulusan SMP, pergi ke Jakarta. Bahwa apa yang kita capai atau mimpi itu bisa kita raih kalau kita sungguh-sungguh ingin meraih mimpi itu. Untuk mencapai kesuksesan itu, kita harus percaya, bahwa orang sukses itu bukan miliknya orang kaya saja, bukan orang yang punya modal, bukan orang yang punya bakat. Bahwa kesuksesan itu miliknya siapa saja yang mau kerja keras, pantang menyerah, berdoa, dan gemar bersedekah,” paparnya.
Ada pengalaman yang mengesan selama Paiman menjadi tukang sapu di Yayasan Gembala Baik Santa Maria Jakarta. Ia bertemu dengan para suster, seperti Suster Bernadet dan Suster Trisan. Para suster itu mendorong dirinya untuk terus melanjutkan sekolah. Ia pun disekolahkan di Yayasan Katolik.
“Saya merasa terharu kalau mengingat cerita itu. Karena saya sekarang sudah berhasil, maka saya tidak lupa dengan cikal bakal saya, saat jadi tukang sapu di Yayasan Gembala Baik. Saya masih sering bersilaturahmi ke Susteran Santa Maria. Kalau Natalan saya kirim bingkisan. Lebaran juga datang ke sana,” ungkapnya.
Berkait motivasi dari para suster itu, Paiman lalu bersekolah lagi. Paiman lulus dari STM Budhaya Jakarta pada tahun 1989. Kemudian ia meraih Sarjana Strata 1 Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) Jakarta pada tahun 1994, Sarjana Strata 2 Magister Administrasi Program Pascasarjana Politik Universitas Prof Dr Moestopo pada tahun 2003, dan Program Doktor (S3) Ilmu Administrasi Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 2012.
Berbekal pendidikan dan ijazah yang dimilikinya, Paiman kemudian menjadi Dosen Pendidikan Pancasila di FISIP UPDM (B), Ketua Program Studi Ilmu Adminstrasi Negara FISIP Universitas Prof Dr Moestopo Jakarta, Wakil Dekan, Dekan, Pj (Pejabat) Rektor, dan menjadi Rektor definitif di Universitas Prof Dr Moestopo Jakarta.
Tak hanya itu, ayah dari Muhammad Rizqi Putra Raharjo ini juga pernah menjadi Tenaga Ahli Baleg DPR RI (2006-2009), Konsultan Bidang Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI (2006-2010), Konsultan Bidang Politik dan Hukum Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan RI (2010-2014), Dewan Pakar Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Kota Kementerian Sosial RI (2010-2015), dan sebagainya.
Pencipta lagu “Bali Ning Klaten” itu juga pernah menjabat sebagai Komisaris dan Komisaris Utama PT Primasejati Jakarta, Komisaris PT Food Station BUMD DKI Jakarta, Komisaris PT Perusahaan Gas Negara, Ketua Umum Relawan Sedulur Jokowi (2017-2022) dan lainnya.
Disamping bekerja di bidang keilmuan, peraih gelar Profesor tercepat se Indonesia ini juga mengembangkan dunia bisnis. Ia memulai dari usaha percetakan dan fotocopy, sampai kini bergerak di bidang properti. Dari modal Rp25 juta, sampai ia bisa membeli gedung atau rumah senilai Rp165 miliar.
“Maka banyak orang menyebut saya ini Si tukang sapu jadi profesor dan miliarder. Saya memulai usaha dari nol betul. Ini adalah anugerah yang luar biasa. Karena itu, saya rutin memberikan santunan atau sedekah. Saya punya 14 anak asuh. Dan sekarang sudah ada yang jadi polisi, artis, ASN (Aparatur Sipil Negara), dan lainnya,” katanya.
Warga yang tinggal di Komplek Kehakiman Jalan Pengayoman Raya Nomor 10 Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur ini memiliki prinsip bahwa hidup itu harus bisa bermanfaat bagi orang lain. Maka ia berupaya untuk bisa menolong orang lain.
“Motivasi saya, saya ingin bisa berbuat sesuatu untuk orang lain. Kalau saya berhasil, saya kan bisa membantu orang lain,” ucapnya.
Meskipun sudah dibilang sukses, setiap hari Minggu, Paiman dan komunitasnya masih setia melakukan Aksi Bersih Nusantara. Baik itu bersih kali, bersih jalanan, memunguti sampah, dan sebagainya.
“Tentunya, saya juga bekerjasama dengan pihak lain,” terangnya.
Sampai saat ini, Profesor Kebijakan Publik ini telah menghasilkan banyak karya tulis, diantaranya berupa 13 buku ISBN (International Standard Book Number), 7 Jurnal Internasional Terindek Scopus atau reputasi dunia, dan menerima 6 penghargaan dari berbagai pihak.
Terakhir, Paiman menulis buku yang berjudul “Tukang Sapu Jadi Profesor”. (L Sukamta)
Editor: windarto