Kota (klatentv.com) – Geliat ekonomi kini mulai nampak di bangunan baru Pasar Gedhe Klaten. Ini lantaran para pedagang sudah pindah dari pasar darurat di Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara yang mereka tempati selama tiga tahun terakhir.
Pantauan Wartakita.org pada Kamis (10/8/2023) siang, sebagian pedagang masih memindahkan dan menata barang-barang dagangan mereka di kios maupun los. Selain itu, ada pula yang bekerja menyiapkan etalase dan sebagainya.
Sementara sebagian pedagang yang sudah selesai memindahkan dan menata barang dagangannya, mereka mulai melayani pembeli.
Salah satu pedagang los, Lilis Setyawati mengatakan, ia baru mulai berjualan di Pasar Gedhe Klaten pada Kamis (10/8/2023) ini. Selama dua hari sebelumnya, ia dibantu karyawannya memindahkan barang dagangan dari pasar darurat.
“Saya sudah mulai pindahan sejak dua hari yang lalu. Karena tidak bisa sekali pindahannya. Saya baru jualan hari ini,” kata pedagang yang dikenal dengan nama “Bu Dosen” itu.
Lilis Setyawati menjelaskan, untuk ukuran los memang lebih sempit dibandingkan los tempat ia berjualan di bangunan lama. Saat ini, ukuran los tempat ia berjualan sekitar 12 meter persegi. Sedang ukuran los sebelumnya yaitu 40 meter persegi.
“Ya sudah, nggak apa-apa, memang peraturannya begitu,” ujarnya.
Lilis sudah berjualan di Pasar Gedhe Klaten sejak 1980. Dia sudah beberapa kali mengalami proses pindah-balik seiring renovasi pasar.
“Dulu jualan di pasar sini. Kemudian di Alun Alun Klaten [ketika pasar direnovasi]. Lalu balik lagi jualan di sini. Kemudian pindah ke sana (pasar darurat). Dan sekarang, pindah di sini lagi,” katanya.
Sementara itu Kepala Pasar Gedhe Klaten, Purwadi menjelaskan, per tanggal 10 Agustus 2023, Pasar Gedhe mulai beroperasi, dan pasar darurat sudah off. Artinya, sudah tidak ada kegiatan di pasar darurat.
Purwadi menyatakan, pihaknya mempunyai “pekerjaan rumah” yang besar, yakni mengedukasi dan meyakinkan para pedagang yang berjualan di lantai 3. Karena pedagang masih ketakutan, trauma dengan pasar yang dulu, yang berada di lantai 3. Sebab biasanya sepi pengunjung.
“Maka kita berusaha agar tidak ada kesenjangan (keramaian) antara lantai 1, lantai 2 dan lantai 3. Kita perlu edukasi, bahwa desain pasar itu sudah berbeda. Parkir di lantai 3. Otomatis kalau pengunjung mau ke lantai 2, justru ke lantai 3 dulu. Tapi memang rasa trauma berpuluh-puluh tahun, itu kan lama sekali, sehingga banyak sekali pedagang yang kolap,” ungkapnya.
Purwadi menyatakan, untuk menghidupkan lantai 3, maka pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin.
“Pedagang dan pengunjug bisa parkir di tempat yang telah ditentukan, yaitu lantai 3. Jadi di lantai 3 kita parkir. Kita masuk ke lantai 3 geduang A, nanti baru kita ke bawah. Maka untuk awalan, kita akan lakukan sosialisasi, edukasi sama pedagang, bahwa pedagang lantai 3 itu parkirnya di lantai 3. Untuk tempat parkir, kita memberi contoh. Nanti diharapkan pengunjung itu akan ikut ke sana. Karena tahu kalau di sini (lantai 3) juga ada tempat parkir,” ucapnya. (L Sukamta)