Kota (klatentv.com)-Saat pengundian nomor urut pada hari Kamis, 24 September lampau semua pasangan calon merasa diuntungkan oleh nomor urut yang didapatkannya. Mulyo menganggap nomor 1 berarti akan menjabat bupati satu kali lagi. Sedangkan ORI yang mendapatkan nomor 2 berasumsi bahwa nomor tersebut lebih memudahkan pemilih mengenali identitas mereka. Adapun ABY-HJT merasa bahwa nomor 3 itu angka yang luar biasa karena berarti mereka akan mendapatkan suara terbanyak.
Optimisme adalah sebuah keniscayaan, bahkan klaim bakal mendapat kemenangan memang harus digaungkan agar memberikan efek semangat kepada para relawan dan stake holder lainnya.
Di awal September pasangan Sri Mulyani – Yoga sangat yakin mampu mematok angka kemenangan antara 75% – 80%. Sedangkan One Krisnata- Muhammad Fajri pada akhir September menyatakan optimis dengan hasil survei yang memposisikan mereka pada angka 60%. Adapun Arif Budiyono –Harjanta, menurut Ahmad Muthohar –ketua PKB- pada akhir bulan Juli memantapkan keyakinannya memenangkan pertarungan ini dengan angka 44% untuk jagonya, 34% untuk Sri Mulyani dan 27% untuk One.
Politik itu sangat dinamis. Hampir 3 bulan berlalu sejak pendaftaran pasangan calon, peta kekuatan ketiganya semakin terlihat. Kita akan mencoba mengukurnya dengan pendekatan komparasi pilkada tahun 2015.
Saat itu Sri Mulyani yang berpasangan dengan Sri Hartini, diusung oleh PDIP, Nasdem, PPP dan PKS meraup 321.593 suara atau 48,90%. One Krisnata-Sunarto, yang digawangi Demokrat, GOLKAR, PAN dan PKB meraih 273.189 suara atau 41,54% dan calon independen Mustafid Fauzan -Sri Harmanto mendapatkan 62.849 suara atau 9,56%. Selisih suara pemenang dan runner up sebanyak 48.404 suara, atau 7,36%.
Mesin partai politik terbaca berjalan relatif lancar, total perolehan suara 4 partai pengusung Sri Mulyani hanya 295.670 mendapat tambahan 25.923 suara. Sedangkan total suara partai pengusung One yang hanya 226.422 mendapatkan tambahan 46.767 suara. Didapat dari total 90.987 suara 4 partai lainya, Gerindra, Hanura, PBB dan PKPI.
Tetapi pilkada tahun 2020 ini sangat berbeda konstelasinya. Suara PDIP sebanyak 289.487 yang mustinya diharapkan mutlak mendukung MULYO terpaksa berkurang karena diperebutkan juga oleh Harjanta, kader inti yang akhirnya dipecat oleh DPP pada 20 Oktober 2020 setelah dianggap melanggar disiplin partai dan tidak taat rekomendasi DPP terkait pencalonannya sebagi wakil bupati melalui partai lain.
Asumsi saya HJT yang memiliki pasukan andalan Banteng Giras akan mampu menarik lebih daari 30% pemilih PDIP untuk mengikuti gerbongnya. Apalagi di berbagai kesempatan beliau berkali-kali mengatakan bahwa salah satu tujuannya untuk mengembalikan marwah partai yang seolah telah ‘dikendalikan’ oleh bukan kader asli PDIP.
Reposisi Aris Prabowo karena dianulir rekomendasinya pada tanggal 28 Agustus 2020 turut menjadi amunisi semangat tersebut karena justru digantikan oleh Yoga Hardaya dari Golkar untuk mendampingi Sri Mulyani. Sesudah lebih dari 6 bulan blusukan untuk sosialisasi dan penggalangan dukungan tentu bukan perkara mudah bagi para loyalis Aris Prabowo untuk legawa begitu saja.
Mepetnya rekomendasi baru tersebut berimplikasi bagi pemilih Golkar yang sebenarnya mencapai 85.672 suara, dimungkinkan terpecah juga, karena sebagian dari mereka telah terlanjur bergabung dengan paslon lain.
Meskipun begitu, posisi incumbent atau petahana tentu sangat membantu pasangan Mulyo karena relatif lebih dikenal dan populer di kalangan masyarakat Klaten. Apalagi pilkada tahun 2015, Sri Mulyani yang juga memiliki kelebihan berpenampilan cantik menarik ini menguasai suara di 17 kecamatan. Bahkan di Cawas, Tulung dan Wonosari meraup lebih dari 63% suara.
Fajri adalah sosok yang seolah tetiba muncul, karena sebenarnya nama yang sering disebut PKS adalah Marjuki, dan akhirnya mendampingi One Krisnata, yang dijagokan partai Demokrat. Perolehan suara kedua partai pengusung ini jika digabung dengan suara Gerindra yang turut mendukung mencapai angka 167.543 suara. PKS dikenal sebagai partai yang solid koordinasi internal dan intens komunikasi dengan konstituennya. Bisa jadi dari 68.710 suara yang didapatkan pada pemilu legislatif 2019 ini sangat kecil prosentase yang ‘lari’.
Tetapi mungkin saja PKS dianggap melarikan diri dari kesepakatan besar partai berbasis Islam (koalisi umat) yang jauh hari merintis kebersamaan untuk mengegolkan jago yang sama. Hal ini bisa menjadi kartu truf yang dimainkan lawan untuk menggiring para pendukungnya.
One Krisnata tidak bisa dipandang sebelah mata. Pilkada tahun 2015 koalisinya memenangkan perebutan suara di 9 kecamatan berbeda, dengan nilai average hampir 50%, dan hanya kalah dengan Sri Mulyani dengan selisih kurang dari 1% di Klaten Tengah dan Pedan. Beberapa kader Demokrat yang kecewa sangat mungkin menyeberang ke kubu lawan, tetapi kabar santer yang terdengar bahwa tidak sedikit loyalis Sri Hartini-Sri Mulyani yang juga menopang suara saat Sunarno suami Sri Mulyani dua periode menjabat bupati Klaten, kini menyeberang ke kubu ORI.
Mereka orang-orang lapangan murni yang profesional sebagai vote getter, dan tidak terikat secara rigid dengan pihak manapun dan institusi apapun.
Arif Budiyono, satu-satunya calon yang bergelar doktor dengan semboyan cerdas dan visioner, mungkin baru muncul dan dikenal publik Klaten menjelang perhelatan pilkada 2020 ini, meskipun beliau putra daerah dari keluarga yang cukup terkenal di tulung dan sekitarnya. Di samping masih muda dalam hal kekayaan calon bupati ini mencapai lebih dari 42 M, mengungguli One (19,7 M) dan Sri Mulyani (8,8 M).
Tetapi wakilnya, Harjanta yang belum lama menyelesaikan S2 ini pernah memiliki jabatan strategis di lingkungan elit PDIP. Kedekatannya dengan Sri Hartini sangat membuka peluang para pendukung istri mantan bupati Klaten ini memihakinya.
Beliau juga sudah dua periode menjabat kepala desa Karanganom dan mengundurkan diri di tengah periode ketiganya karena mencalonkan diri sebagai wakil Bupati. Tingkat keakrabannnya dengan para kepala desa bisa dimanfaatkan sedemikian rupa. Apalagi semangat juang pria asal Juwiring ini sudah menjadi brand image-nya.
Salah satu titik kelemahannya, beliau telah dipecat dari keanggotaan PDIP sehingga tidak lagi leluasa menggunakan instrumen partai, meskipun sebenarnya ‘masih’ memiliki akses yang lebih luas.
Pasangan ini didukung oleh 4 partai yang memiliki kursi di DPRD yaitu PAN, PKB, PPP, dan Nasdem serta 5 partai non parlemen ; PSI, Perindo, Partai Berkarya dan Partai Garuda. Jika digabung perolehan suaranya pada pemilu 2019 kemarin mencapai angka 207.072 suara.
Tetapi berhitung matematis dengan grafik linier untuk menyandingkan pemilih partai dengan pemilih bupati dan wakil bupati untuk kontek pemilihan langsung seperti sekarang kurang tepat. Penelitian Toto Sugiarto — Peneliti pada Departemen Politik – Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) bahwa parpol atau gabungan parpol efektif sebagi kendaraan saat pencalonan tetapi dalam setiap pemilihan langsung, peran mesin politik tidak signifikan.
Anggapan tersebut kemudian mengkristal menjadi suatu teori, “Dalam pemilu langsung, popularitas mengalahkan mesin politik.” Dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu otonom, masyarakat bukanlah obyek pasif yang bisa dibujuk rayu oleh mesin politik. Mereka lebih berperan sebagai subyek rasional yang secara sadar mampu memilih sendiri pemimpinnya. Tentu sesuai pertimbangan masing-masing baik bersifat objektif maupun subjektif.
Kemampuan tim sukses, relawan, pasukan bawah tanah, tim siluman, telik sandi atau apapun namanya—dalam bersinergi, termasuk di dalamnya kecanggihan ‘memanipulasi’ politik uang (money politic) akan sangat berpengaruh dalam perolehan suara dalam pilkada 2020 ini.
Perlu diketahui sebagaimana dilansir dari situs kpu-klatenkab.go.id, rekapitulasi pemilih tetap pemilihan bupati dan wakil bupati tahun ini sebanyak 961.070 orang terdiri dari 473.384 pemilih laki-laki dan 487.686 pemilih perempuan. Populasi pemilih terbesar berada di kecamatan Trucuk sebanyak 59.936 0rang dan terkecil di Kebonarum sebanyak 15.134 pemilih.
Bandingkan dengan pilkada tahun 2015 yang pemilihnya mencapai 1.005.569 dengan tingkat kehadiran 68,23% atau 686.118 dengan suara rusak atau tidak sah mencapai 32.310 suara, artinya lebih dari dua kali lipat jumlah pemilih satu kecamatan Kebonarum.
Kita tunggu hasil kiprah mereka pada Rabu Wage, 9 Desember 2020
(penulis: Sugiyanto Harman)