klatentv.com- Kalau dilihat dari tugas dan Fungsinya Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menjadi penyelenggaraan pesta demokrasi baik Pemilihan Legeslatif, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan yang ada di daerah Propinsi juga melakukan hal yang sama yang membedakan KPU propinsi adalah mereka masih kebebanan dengan menjadi penyelenggara Pilihan Gubenur dan Wakil Gubenur. Demikian pula dengan KPU kabuaten/Kota mereka lebih berat lagi dengan melaksanakan PILKADA langsung.
Dengan menyediakan Kartu Suara, Kota suara dan yang lainya hal itu dilakukan saat proses PILKADA berlangsung, sedangkan pra PILKADA mereka juga harus menyediakan alat peraga untuk kampanye, mengatur jatwal Kampanye dan kegiatan gegiatan pra pemilu yang lain. Paska PILKADA mereka juga harus melakukan penghitungan dan selanjtnya melakukan pengumuman siapa yang menang dalam PILKADA tersebut. Namun tidak kalah pentingnya KPU Daerah juga harus melakukan Pendaftaran kontestan PILKADA dan mengkaji berdasarkan syarat-syarat atministrasi yang telah ditentukan baik melalui UU PEMILU maupun yang sudah tertuang dalam peraturan KPU lalu menentukan bisa lolos atau tidak pasangan yang mendaftar itu menjadi kontestan PILKADA. Setelah itu baru mensosialisasikan pasangan Kontestan kepada masyarakat.
Sekarang bagaimana dengan Debat para Kontestan PILKADA? Debat itu kategorinya hanya pemaparan Visi dan Misi serta perang jargon jika pasangan tersebut nanti mereka terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati, debat itu tidak bisa digolongkan dalam pendidikan politik bagi masyarakat karena bisa dilihat dari siapa yang hadir dalam Debat tersebut berapa jumlah yang hadir di dalamnya.
Pada dasarnya Pendidikan Politik itu soal keseharian yang sebenarnya menjadi tugas dan pokok partai politik karena mereka yang mempunyai konstituen dan masa tetapi semua partai yang ada di indonesia yang saat ini masih eksis tidak pernah melakukan pendidikan politik kepada konstituenya. Bukti bahwa mereka tidak melakukan pendidikan politik masih adanya masa mengambang, jumlah perolehan suara dari PILEG ke PILEG, PILGUG ke PILGUG dan PILKADA ke PILKADA selalu berbeda. Partai tidak bisa menunjukan bukti konkrit berapa jumlah anggotanya berdasarkan Kartu Anggota Partai, karena perolehan dalam pesta demokrasi selalu naik turun dari waktu ke waktu.
Kalau Partai Politik itu inten di dalam melakukan Pendidikan Politik kepada konstituen mereka masing-masing tidak akan ada transaksi-transaksi dalam PILKADA dan semua jenis Pesta Demokrasi, kalau mereka melakukan Pendidikan Politik mereka pasti mempunyai kader-kader terbaik dan tidak akan bingung mencari siapa yang akan dicalonkan dalam setiap iven Pesta Demokrasi termasuk PILKADA. Tetapi karena tidak melakukan Pendidikan politik banyak Partai kebingungan mencri tokoh yang populer di masyarakat dan mempunyai modal sosial yang banyak untuk diadu dalam PILKADA.
Partai adalah soko guru demokrasi seharusnya Pendidikan politik itu sudah membudaya dan menjadi makanan pokok kesehariannya, keberhasilan pendidikan politik tercermin dari keterlibatan secara aktif dalam proses-proses pengambilan kebijakan tetapi lebih dari pada itu. Keterlibatan itu bukan digerakan oleh ikatan emosional tetapi dipandu oleh akal sehat, Sebab aturan itu diterima dan bukan terbentuk karena hal diatas tetapi terbentuk karena akal sehat dan kesadaran yang tumbuh dari warga itu sendiri. Apabila Pendidikan politik itu sudah membudaya dalam hidup sehari-hari itu juga bisa menjadi dasar dalam prilaku politik formal.
Persoalan PILKADA itu berbasis kepada masalah kepercayaan penuh kepada pasangan calon yang ada, politik uang dan transaksi-transaksi yang lain yang saat ini banyak terjadi itu menandakan bahwa keputusan untuk memilih itu digerakan oleh imbalan. Politik uang sejatinya adalah rapuhnya bangunan kepercayaan masyarakat dengan para pasangan Cabub dan Cawabub (mutual trust). Pendidikan politik salah satunya harus mampu menghapuskan tentang mony politik dalam PILKADA.