Masalah defisiensi nutrisi, baik yang menyangkut makronutrien, masih menjadi perhatian utama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu elemen mikronutrien yang penting adalah besi (Fe). Data WHO tahun 1990-1995 menunjukan prevalensi anemia difisiensi besi pada negara-negara berkembang adalah 39% (0-4 tahun), 48,1% (5-14 tahun). Ringoringo mendapatkan prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi berusia 0-6 bulan sebesar 38,5%. Sedangkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2001 menyebutkan prevalensi anemia pada anak-anak berumur 0-5 tahun 47%, anak usia sekolah dan remaja 26,5%. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus karena tidak saja berdampak untuk saat ini saja. Kekurangan besi pada masa anak terutama pada 5 tahun pertama kehidupan dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak.
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas normal sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa). Sebagai patokan yang sederhana menurut WHO adalah Hb kurang dari 11 g/dl pada anak umur 6 bulan-6tahun, dan Hb kurang dari 12 g/dl pada anak lebih dari 6 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemeriksaan kadar Hb dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritrophoesis (proses pembentukan sel darah merah) berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Akibatnya, berkurangnya kemampuan menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal, karena fungsi Hb adalah untuk menghantarkan oksigen ke jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah. Konsultan tumbuh kembang anak Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dr Kusnadi Rusmil Sp.A(K) MM memaparkan data penelitian Batubara 2004 yang menunjukkan rata-rata anak Indonesia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai berat dan tinggi di bawah nilai rata-rata standar. Dan ternyata banyak keluarga di Indonesia tidak mengetahui kalau anggota keluarganya menderita anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan penyerapan (absorpsi), serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Rendahnya masukan besi dapat terjadi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik. Besi yang diabsorbsi manusia terdiri dari dua jenis, yaitu besi heme (yang terikat pada molekul hemoglobin) dan besi non-heme (yang tidak terikat pada molekul hemoglobin). Tumbuh-tumbuhan diketahui sebagai sumber besi yang baik, tetapi berjenis nonheme yang penyerapannya oleh manusia sangat sedikit, sebaliknya besi heme dari daging merah sangat banyak tersedia dan lebih mudah diserap. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, dapat berasal dari saluran cerna,yang pada anak biasanya disebabkan oleh infeksi cacing tambang. Gangguan penyerapan besi terjadi pada anak yang mempunyai kebiasaan minum teh setelah makan, karena kandungan tanin dalam teh mengganggu penyerapan zat besi sampai 80%. Minum teh dianjurkan paling tidak 2 jam sesudah atau sebelum makan. Diare kronis dan sindrom malabsorbsi juga dapat mengganggu penyerapan zat besi di usus. Selain itu kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas dan anak dalam masa pertumbuhan, merupakan salah satu faktor risiko anemia defisiensi besi.
Bila diagnosis anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera diberikan. Selain mengobati gejala anemia, penyebab anemia defisiensi besi harus dicari sehingga pengobatan dapat memberikan hasil yang optimal. IDAI merekomendasikan suplementasi besi kepada semua anak, dengan prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun. Karena kelompok usia ini paling rentan terhadap defisiensi besi.
Oleh : Heruwanto, S.Kep. (Kasubid Etik Keperawatan RS. Cakra Husada Klaten)
sumber: Cakrahotnews