Ada ungkapan bijak: segala sesuatu ada masanya.
Itulah yang dirasakan dan dialami oleh Mujiana (60), warga Dukuh Pasungan RT 01 RW 03, Desa Pasungan, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten.
Setelah sekitar 37 tahun mengabdi dan bekerja di instansi POLRI, ia pun pensiun dan kembali menjadi warga biasa. Pangkat terakhir Mujiana adalah Ajun Komisaris Polisi (AKP). Sedang jabatan terakhir adalah Kapolsek Wedi. Mujiana pensiun pada April 2022.
Tak ingin berlama-lama “menganggur”, Mujiana pun lalu terjun ke sawah pada Mei 2022. Ia menjadi petani seperti kebanyakan warga di desanya. Ia menggarap sendiri sawah miliknya. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kesehatannya dan terus beraktifitas sehingga tidak menganggur.
Ada tiga patok sawah yang ia garap. Satu patok ditanami cabe. Satu patok ditanami jagung. Dan satu patok lainnya ditanami padi. Tetapi dari tiga jenis tanaman itu, Mujiana lebih senang dan lebih fokus pada tanaman cabe.
“Mengapa saya lebih memilih menanam cabe? Karena hasilnya sangat menguntungkan bila dibandingkan dengan menanam padi dan jagung. Hasil keuntungannya jauh lebih banyak. Sekarang saya menanam jenis cabe rawit Ori,” katanya saat ditemui di sawahnya pada Sabtu (3/6/2023).
Saat ini, untuk kedua kalinya Mujiana menanam cabe. Pada pertama kali tanam cabe, hasilnya memang begitu menggembirakan. Meski begitu, ia sudah mendapat keuntungan yang lumayan.
“Saat nanam cabe yang pertama kali, tanaman cabe saya pernah kelepan (kebanjiran) air hujan selama beberapa hari. Sehingga ada banyak pohon cabe yang mati. Lha, belajar dari pengalaman itu, maka drainase tanahnya harus diperhatikan. Setiap kali ada hujan, air diupayakan untuk bisa segera mengalir dan mengering, sehingga pohonnya tidak bacek atau mati,” ujarnya.
Mujiana menjelaskan, sekarang ia menanam cabe satu patok yang luasan lahannya sekitar 2.500 meter persegi. Lahan seluas itu ditanami sekitar 5.000 batang pohon.
“Semoga hasilnya baik. Tanaman cabe saya bisa tumbuh subur sampai panen. Maka, kita selalu jaga agar tidak ada penyakit. Tetapi kita juga nggak ngerti, karena kondisi alam. Saya terus berdoa, semoga tanaman cabe saya bisa tumbuh subur dan mendapat hasil yang menggembirakan. Harapan saya seperti itu,” tandasnya.
Mantan Kapolsek Wedi itu menyampaikan, dari menanam cabe sampai mulai panen perdana itu membutuhkan waktu sekitar 4 bulan. Setelah itu, ia bisa memanen terus sampai pohon cabenya mati. Namun kalau dijaga, pohonnya akan awet hidup.
“Saya pernah mengalami harga cabe tertinggi (dari petani di sawah) itu Rp50 ribu per kg. Dan harga terendah Rp 30 ribu per kg. Tetapi kemudian naik-naik, menjadi Rp50 ribu per kg. Untuk satu kali petik dari awal saya bisa dapat 1 kg. Karena baru milihi. Namun kalau sudah matang serempak, saya bisa dapat 50 kg lebih sekali petik. Kalau tanamannnya baik, saya bisa panen berkali-kali, bahkan sampai 30 kali, atau sekitar dua bulan,” ungkapnya.
Mujiana mengemukakan, untung atau rugi dari menanam cabe itu tergantung bagaimana petani menanam dan merawat tanamannya. Kalau petani tidak menguasai cara menanam dan merawatnya, maka tanaman cabe biasanya akan terserang patek dan lalu mati. Sehingga dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi petani. Karena itu, petani harus inovatif dalam menanam dan merawat tanamannya, sehingga hasilnya baik.
“Musim panas ini tidak begitu berpengaruh pada tanaman cabe, sepanjang terus dirawat sesuai dengan kondisinya. Tanaman cabe terus dijaga agar tidak layu, tidak mati. Pengairannya juga harus diperhatikan,” terangnya.
Menurut Mujiana, menanam cabe itu memang penuh tantangan. Kalau petani tidak menguasai cara menanam dan merawatnya, ia bisa merugi. Tetapi kalau petani itu menguasai cara menanam dan merawatnya, maka mereka bisa panen berkali-kali. Hasilnya bisa capai ratusan juta rupiah.
“Ibaratnya, kita bisa beli mobil Avanza hanya dalam sekali musim panen cabe,” ucapnya. (L Sukamta)
Editor: windarto